Senin, 07 Juni 2010 ( Galamedia )
 
Merawat Daya Saing Ekonomi Kota Bandung
 
Oleh: ACUVIARTA KARTABI
 
GELIAT perekonomian Kota Bandung bisa mencerminkan miniatur ekonomi Jabar. Jika ekonomi Kota Bandung maju, ekonomi Jabar juga demikian, begitu pula sebaliknya. Lebih dari 40% kredit di Jabar disalurkan di Kota Bandung. Tak heran kemudian banyak orang terhipnotis penasaran untuk berkunjung ke kota ini.Semakin ke sini bahkan ada yang tidak hanya sekadar berkunjung, tetapi juga ikut menetap. Bicara kunjungan ke Kota Bandung tidak akan habis-habisnya, apalagi setelah ada Tol Cipularang. Konsekuensinya, jumlah penduduk Kota Bandung semakin ke sini semakin dasyat, bahkan cenderung tidak terkendali. Kota yang dalam cetak biru sejarahnya hanya diperuntukkan bagi 1 juta jiwa, sekarang penduduknya dikabarkan sudah melebihi 2,5 juta jiwa.

Indikator kunjungan bukan hanya dilihat dari orang. Puluhan juta kendaraan roda empat setiap tahunnya melintasi pintu-pintu tol akses masuk ke Kota Bandung. Dari bulan Januari hingga Maret 2010 saja, bisa di atas 6,5 juta kendaraan roda empat.

Tingginya jumlah pengunjung dan penduduk kota sebenarnya adalah keunggulan yang bisa disinergikan dengan kemajuan ekonomi. Banyak pengunjung dan penduduk berarti banyak konsumen. Dengan banyaknya konsumen berarti banyak permintaan. Meningkatnya permintaan dapat menggerakan semua sektor perekonomian.

Akan tetapi sayangnya belum optimal potensi-potensi ekonomi di kota ini yang serius digarap. Dilihat dari beberapa kenyataan, bahkan terkesan malah diabaikan atau kurang dirawat. Jalan rusak parah, lalu lintas macet di mana-mana, tata kota tampak amburadul tidak karuan. Dari mana kita semua memulai menata perekonomian Kota Bandung, sekaligus menata potensi-potensi daya saing keunggulan kota ini.

Pertama, bisa memulainya dari perencanaan pembangunan ekonomi kota. Ketika meletakkan dasar-dasar perencanaan pembangunan, kita harus konsisten dengan peta rencana tata ruang wilayah kota. Penempatan semua aktivitas ekonomi dan non ekonomi harus konsisten bulat-bulat merujuk pada RTRW.

Kedua, dalam melaksanakan pembangunan ekonomi kota, pemerintah memang harus menggandeng entitas bisnis swasta. Tipisnya anggaran dan minimnya energi kenaikan penerimaan daerah membuat kemampuan pemerintah selalu kendur mengakomodasi kebutuhan pembangunan ekonomi kota. Tuntutan masyarakat juga terus meningkat. Bentuk-bentuk kerja sama yang dibangun juga harus saling menguntungkan dan memperhatikan semua aspek agar harmonis bagi semua pemangku kepentingan.

Ketiga, merawat kemajuan ekonomi saat ini. Sektor tersier adalah ujung tombak ekonomi Kota Bandung. Menimbang peran sektor-sektor tersier sangat signifikan, maka kinerja sektor-sektor tersebut harus dirawat oleh pemerintah. Sektor yang paling dominan dan konsiten terus meningkat adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR).

Keempat, dilihat dari investasi dua tahun ke belakang memang agak kurang menggembirakan. Investasi di Kota Bandung sempat meningkat dari Rp 3,6 triliun (2005) menjadi Rp 5,4 triliun (2007). Tetapi kemudian turun menjadi Rp 4 triliun (2008) dan Rp 2,2 triliun (2009). Kenapa investasi menurun? Tampaknya ada beberapa sebab, antara lain, dampak krisis keuangan global yang menguat sejak akhir semester I/2008; mungkin juga berhubungan dengan lambannya penurunan tingkat bunga; bisa juga terpengaruh oleh gonjang-ganjing peristiwa politik, dll. (Penulis, Pengamat Ekonomi dan Dosen FE Universitas Pasundan)**

 
Share5